JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher menilai perlu adanya regulasi untuk memastikan pelindungan hukum bagi para pengemudi atau driver ojek online (ojol) meskipun mereka termasuk pekerja informal.
Sebab menurut Netty, para pengemudi ojol merupakan bagian penting dari sistem transportasi dan penggerak ekonomi digital Indonesia yang harus dilindungi.
“Status para pengemudi ojol ini belum memiliki kepastian hukum. Kondisi ini dapat menempatkan mereka pada posisi yang rentan," ujar Netty Prasetiyani Aher, Senin, 5 Mei.
Netty menyebut belum adanya regulasi khusus terkait ojol menjadi penyebab utama para drivernya tidak mendapat jaminan sosial, keselamatan kerja, hingga jaminan kesehatan. Padahal para driver ojol ini terus menyampaikan kegelisahannya karena tidak mendapatkan pelindungan dan kejelasan hukum dari negara, termasuk mengadu kepada DPR.
Netty menilai, hal tersebut terjadi karena ojol belum diakui secara de jure oleh Pemerintah. Para pengemudi ojol bahkan menyatakan bahwa selama bertahun-tahun bekerja, mereka kerap dieksploitasi baik secara fisik maupun psikis.
Oleh karena itu, DPR baik Komisi IX DPR yang membidangi urusan ketenagakerjaan, Komisi V DPR yang membidangi urusan transportasi dan Komisi I DPR yang berkaitan dengan sistem online terus mengupayakan adanya regulasi yang dapat memberikan pelindungan bagi driver ojol. Netty pun memastikan pihaknya siap memperjuangkannya di Komisi IX DPR.
"Kami akan terus mengawal aspirasi para pekerja informal, termasuk pengemudi ojol, agar proses pembahasan regulasinya masuk dalam prioritas pembahasan legislasi di DPR RI," tegas Legislator PKS dari Dapil Jawa Barat VIII itu.
Netty mengatakan, regulasi khusus akan memastikan kejelasan status hukum antara pengemudi dan perusahaan aplikator. Hal ini penting mengingat banyak keluhan dari para pengemudi terkait sistem kerja yang mereka jalani selama ini, terutama terkait kebijakan potongan tarif dari aplikator yang dirasa sangat memberatkan bagi driver.
"Banyak keluhan dari pengemudi yang merasa posisi mereka tidak seimbang, terutama ketika kebijakan aplikator dinilai merugikan," ungkap Netty.
Lebih lanjut, Netty yang juga merupakan Ketua Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR ini menilai aspirasi dari para pengemudi ojol menunjukkan adanya tekanan kebijakan yang berdampak pada penurunan pendapatan. Untuk itu, Netty meminta Negara hadir memberikan pelindungan hukum bagi driver transportasi online agar mereka tidak terus-menerus menjadi korban ketidakjelasan status.
"Tentu saja tanpa adanya regulasi yang jelas, para pengemudi ojol tidak bisa lain kecuali harus taat dan patuh pada kebijakan yang merugikan tersebut," katanya.
Di sisi lain, Netty juga menyambut baik komitmen Presiden Prabowo Subianto pada peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) 2025. Ia menyebut janji-janji Prabowo sebagai komitmen yang membawa angin segar bagi perjuangan buruh Indonesia.
"Komitmen yang disampaikan Presiden Prabowo di hadapan ribuan buruh menjadi bukti bahwa isu-isu ketenagakerjaan mendapat perhatian serius dari pemerintah," ucap Netty.
BACA JUGA:
Dalam pidatonya di Hari Buruh, Prabowo menyampaikan lima janji kepada buruh, yakni percepatan pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), RUU Perampasan Aset, pembentukan Dewan Kesejahteraan Buruh, Satgas PHK, dan penghapusan outsourcing. Menurut Netty, janji-janji tersebut akan menciptakan keadilan sosial.
"Janji tersebut sejalan dengan semangat keadilan sosial dan perlindungan terhadap pekerja. Presiden secara khusus menyoroti pentingnya pengesahan RUU PPRT yang selama ini terus diperjuangkan oleh berbagai pihak," kata Netty.
"RUU PPRT adalah bentuk kehadiran negara dalam melindungi kelompok pekerja rumah tangga yang rentan terhadap berbagai tantangan. Jika Presiden berkomitmen mendorong pengesahannya, kami di Komisi IX khususnya Fraksi PKS siap mengawal," sambungnya.
Netty pun menilai berbagai program pemerintah seperti pelatihan vokasi harus dijalankan dengan sistem pengawasan yang kuat, transparan, dan berpihak pada pekerja.
"Kami berharap komitmen ini tidak berhenti pada seremoni Hari Buruh saja, tetapi langsung diwujudkan dalam kebijakan konkret yang menyentuh langsung kehidupan buruh," tandasnya.