Bagikan:

JAKARTA - Staf Kesekretariatan DPP PDIP, Kusnadi, menyebut perintah 'menenggelamkan' berkaitan dengan kegiatan ngelarung yang menjadi salah satu tradisi para kader partai.

Pernyataan itu disampaikan Kusnadi saat menjadi saksi pada persidangan kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) DPR dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

"Ada perintah lagi dari Sri Rejeki Hastomo, 'yang itu ditenggelamkan saja, tidak usah mikir sayang dan lain-lain'?" tanya jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 8 Mei.

"Kalau itu seingat saya ngelarung pak," jawab Kusnadi.

Mendengar kesaksian tersebut, jaksa meminta saksi untuk menjelaskan konteks ngelarung yang dimaksud. Sebab, dirasa ada kejanggalan.

Kusnadi lantas menyatakan ngelarung yakni menghanyutkan pakaian di sungai yang mengalir. Ditegaskan Kusnadi tak ada keanehan dalam keterangannya karena hal itu fakta yang diketahui dan dialaminya.

"Apa yang dilarung?" tanya jaksa.

"Pakaian pak," ucap Kusnadi.

"Tadi kan di atas bahasanya mengenai HP ini aja yang dipakai, kemudian ada respons oke thanks. Kemudian tiba tiba kok ada tenggelamkan, saudara kemudian menyebutkan larung. Nyambung ngga itu kira kira?" cecar jaksa.

"Nyambung lah pak," tegas Kusnadi.

Staf Hasto ini pun kemudian menegaskan tindakannya melarung pakaian karena mendapat masukan dari bagian kesekretariatan. Apalagi hal itu merupakan tindakan yang lumar di PDIP.

"Kalau PDIP itu pak, itu sering pak, kegiatan melarung pak. Kader yang biasa minta doa pak," sebut Kusnadi.

"Kader yang minta doa?" tanya jaksa.

"Iya, biar jadi anggota DPR, biar jadi bupati itu pada sering melarung pak," sebut Kusnadi.

"Terus itu saudara mau jadi apa kok minta baju saudara dilarung?" cecar jaksa.

"Ya pengen ikut rezekinya kan pak," kata Kusnadi

Jaksa kemudian melayangkan pertanyaan untuk mempertegas benda yang dilarung. Kusnadi lantas menyebut pakaiannya yang dihanyutkan di aliran sungai

"Bukan HP yang tadi yang HP yang diminta di atas tadi?" tanya jaksa.

"Bukan," kata Kusnadi.

Dalam perkara dugaan suap, Hasto didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu pada rentang waktu 2019-2020.

Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) Calon Legislatif Terpilih Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama Anggota DPR periode 2019—2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

Selain itu, Hasto turut didakwa menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.

Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.

Hasto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.