JAKARTA – Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menilai bahwa wacana penyatuan Badan Intelijen Strategis (BAIS) dan Badan Intelijen Negara (BIN) bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya tumpang tindih kewenangan.
“(Penyatuan BAIS dan BIN) bisa dilakukan, karena seringkali ada yang sama pekerjaannya, supaya menghindari tumpang tindih,” ungkapnya, Minggu 11 Mei 2025.
Menurut dia, apa yang selama ini dikerjakan BAIS dan BIN tidak memiliki perbedaan signifikan, sehingga seharusnya tidak ada alasan kedua badan intelijen tersebut untuk dipisah.
Demikian pula alasan bahwa basis sumber daya manusia (SDM) di dalam BAIS yakni dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan BIN dari Polisi dan juga masyarakat sipil bukan hal yang prinsipil untuk penyatuan kedua badan tersebut.
“Kalau ini kan saya bicara lebih kepada kebijakan publik, pada efektivitas organisasi, bukan dari aspek politik atau lainnya,” tambah Trubus.
BACA JUGA:
Dia menyatakan, penyatuan BAIS dan BIN akan mampu memberikan perbaikan yang lebih nyata dalam meningkatkan kinerja pemerintahan, yang pada akhirnya berefek kepada masyarakat.
“Dalam hal ini kalau BIN dan BAIS dijadikan satu, ada efektivitas di pelayanan publiknya,” kata Trubus.
Dia mencontohkan, pemberantasan aksi premanisme yang dianggap menghambat investasi dan berdampak pada perekonomian nasional bisa dilakukan secara efektif bila BAIS dan BIN telah dilebur.
“Jadi, tidak diperlukan lagi kerja sama lintas sektor antara BAIS dan BIN dalam mengidentifikasi dan menangani premanisme yang berkamuflase dalam bentuk ormas sebagai langkah responsif,” tutup Trubus.